Bantuan traktor dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah disorot. Ada kasus sangat menghebohkan di Ponorogo, Jawa Timur tentang bantuan presiden ini. Petani harus gigit jari karena traktor tak jadi dibagikan sesuai dengan janji manis presiden.
Jokowi berkunjung ke Ponorogo Jumat (6/3) dua pekan lalu waktu acara panen raya. Tak hanya panen raya, Jokowi juga membawa 41 ribu traktor untuk dibagikan ke petani saat panen raya di Kecamatan Jetis dan Pulung. Ratusan traktor sudah dipajang saat Jokowi datang.
Namun usai kunjungan kunjungan Jokowi, sebagian besar traktor yang dipajang di pinggir Jalan Raya Kecamatan Jetis menuju Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo diangkut kembali truk tronton.
"Katanya akan dibagikan kepada desa-desa di Ponorogo, namun kenyataannya ditarik kembali. Padahal di Ponorogo ini ada 21 kecamatan di 279 desa dan 26 kelurahan. Kami juga tidak tahu alasan penarikan tersebut. Padahal kalau mendapatkan kami akan senang," kata Bairun Kepada Desa Tanjungsari Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo pada merdeka.com, Selasa (17/3).
Menanggapi kejadian ini, pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menilai pengemasan acara presiden di Ponorogo tersebut telah mengabaikan harapan rakyat yang telah dijadikan obyek di selebrasi presiden. "Sangat memalukan dan keterlaluan. Harusnya acara-acara pembodohan seperti yang lazim dilakukan di negara-negara otoriter dan diktatorial begini tidak dilakukan di pemerintahan yang katanya sangat mengagung-agungkan revolusi mental. Jokowi harus memecat penanggungjawab gelaran sandiwara Ponorogo. Era keterbukaan dan kecepatan informasi sudah tidak bisa dilawan dengan seremonial abal-abal,"ujar pengajar mata kuliah Humas Politik di UI ini, Rabu (18/3).
Menurut pengajar Program Pascasarjana UI dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, dari kasus Ponorogo bisa dipetik sebuah pembelajaran bagi tata kelola public relations di kantor kepresidenan Jokowi. "Ternyata Jokowi masih dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang bermental ABS alias Asal Bapak Senang. Bahkan harus ditambahi untuk konteks Ponorogo, selain ABS juga WRM yakni Walau Rakyat Menderita. Pemahaman staf kehumasan Presiden yang mengemas acara Jokowi harus gemerlap di sorotan media namun sarat dengan kebohongan harus ditanggalkan," ujarnya.
"Saatnya acara-acara presiden dihelat dengan kejujuran namun punya makna yang dalam. Kalau acara-acara Jokowi seperti kasus Ponorogo dipertahankan, saya yakin rakyat akan muak dan sadar event presiden tidak ubahnya sebuah sandiwara keliling,"papar Ari Junaedi peraih penghargaan World Custom Organization Sertificate of Merit 2014 karena kontribusinya dalam penatakelolaan manajemen komunikasi di Bea Cukai Indonesia ini.
via merdeka