"Saya banyak belajar dari gala Ballon d'Or tahun lalu. Sesampainya di sana, segera saya beritahu istri saya kalau saya akan kalah," kata kandidat terpinggirkan Franck Ribery kepada Sport Bild. "Ada banyak nuansa politik. Saya melihat bagaimana Sepp Blatter memeluk Ronaldo bersama seluruh keluarganya yang berada di sana. Saya tidak bodoh. sudah jelas, dia harus memenanginya."
Bukan pertama kalinya sejak Golden Ball 59 tahun silam didirikan - yang kini melebur dengan anugerah FIFA Pemain Terbaik Dunia pada 2010 - mengundang banyak komplain dari para pesepakbola tersohor di jagat raya, yang mana FIFA Ballon d'Or banyak disindir sebagai pentas penghargaan politik.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jose Mourinho, Zlatan Ibrahimovic, Diego Maradona dan bahkan dua kandidat utama edisi tahun ini - Cristiano Ronaldo dan Manuel Neuer - telah menyuarakan antipatinya dengan ajang ini, seperti halnya Ribery yang amat sentimentil.
Terbukti, sorotan mereka semua mengenai isu Ballon d'Or ini memang benar.
Pada edisi 2014, semua pemain Barcelona dan figur Argentina - Luis Enrique, Luis Suarez, Josip Bartomeu, Tata Martino, Marcelo Bielsa - mendukung Lionel Messi. Demikian juga mereka-mereka yang terhubung dengan Real Madrid atau Portugal - Carlo Ancelotti, Gareth Bale, Marcelo, Pepe, legenda Brasil Ronaldo - menyokong penuh suaranya untuk Ronaldo. Pun orang-orang Jerman yang sudah barang tentu mendukung Neuer.
Mereka tidak mendukung siapa yang diyakini mereka bahwa dialah pemain terbaik, tapi lebih kepada ikatan rekan setim atau karena sekompatriot. Sifat seperti ini tampak jelas dalam voting yang dilakukan para pelatih dan kapten tim-tim internasional. Tahun lalu, Cesare Prancelli dan Gianluigi Buffon memilih Andrea Pirlo; Didier Deschamps dan Hugo Lloris mendukung Franck Ribery; Didier Drogba menunjuk Yaya Toure; Mario Yepes bersuara untuk Radamel Falcao; Robin van Persie mengambil Arjen Robben; Diego Lugano memilih Luis Suarez.
Bukan pertama kalinya sejak Golden Ball 59 tahun silam didirikan - yang kini melebur dengan anugerah FIFA Pemain Terbaik Dunia pada 2010 - mengundang banyak komplain dari para pesepakbola tersohor di jagat raya, yang mana FIFA Ballon d'Or banyak disindir sebagai pentas penghargaan politik.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jose Mourinho, Zlatan Ibrahimovic, Diego Maradona dan bahkan dua kandidat utama edisi tahun ini - Cristiano Ronaldo dan Manuel Neuer - telah menyuarakan antipatinya dengan ajang ini, seperti halnya Ribery yang amat sentimentil.
Terbukti, sorotan mereka semua mengenai isu Ballon d'Or ini memang benar.
Pada edisi 2014, semua pemain Barcelona dan figur Argentina - Luis Enrique, Luis Suarez, Josip Bartomeu, Tata Martino, Marcelo Bielsa - mendukung Lionel Messi. Demikian juga mereka-mereka yang terhubung dengan Real Madrid atau Portugal - Carlo Ancelotti, Gareth Bale, Marcelo, Pepe, legenda Brasil Ronaldo - menyokong penuh suaranya untuk Ronaldo. Pun orang-orang Jerman yang sudah barang tentu mendukung Neuer.
Mereka tidak mendukung siapa yang diyakini mereka bahwa dialah pemain terbaik, tapi lebih kepada ikatan rekan setim atau karena sekompatriot. Sifat seperti ini tampak jelas dalam voting yang dilakukan para pelatih dan kapten tim-tim internasional. Tahun lalu, Cesare Prancelli dan Gianluigi Buffon memilih Andrea Pirlo; Didier Deschamps dan Hugo Lloris mendukung Franck Ribery; Didier Drogba menunjuk Yaya Toure; Mario Yepes bersuara untuk Radamel Falcao; Robin van Persie mengambil Arjen Robben; Diego Lugano memilih Luis Suarez.
Untuk memenangkan pemilihan, selain permainan di lapangan, Anda di sini sepetinya memerlukan bantuan dari media - sebuah alat yang Malcolm X sebut "benda yang paling powerfull di muka bumi, yang bisa mengontrol pikiran massa." Di Spanyol, media Marca condong ke Real Madrid. AS lebih memihak ke Ronaldo. Sedang El Mundo Deportivo lebih mendukung ke Barcelona dan Sport kerap disebut-sebut media promosinya Messi.
Pemilihan waktu juga penting. Real Madrid dan Ronaldo tahu apa yang mereka lakukan pada Oktober 2013 ketika mengecam Blatter. "Saya mendoakan Mr. Blatter sehat dan panjang umur, agar dia bisa terus menyaksikan kesuksesan tim-tim dan pemain-pemain favoritnya," tukas CR7 di Twitter.
'Kutukan' Ronaldo ini datang semingu sebelum polling ditutup, yang mana itu sekaligus pula jadi sindiran untuk Messi, dan dia mengancam hendak memboikot Ballon d'Or.
Para kandidat seperti telah tertakdir untuk mendapatkan gelar pribadi ini dalam beberapa bulan sebelum hari H. Messi dan Ribery mengunci ajang ini untuk baku saing berdua di edisi sebelumnya. Namun, FIFA kemudian menambah tenggat pemungutan suara hingga akhir November, yang lantas memungkinkan Ronaldo menambah kredit dari performanyadengan lesatan hat-trick indahnya menghadapi Swedia untuk mengantar Portugal lolos ke Piala Dunia. "Opini publik telah bergeser," tegas mantan presiden Bayern Uli Hoeness.
"Waktu adalah segalanya dalam politik," demikian kata-kata masyhur mantan Perdana Menteri Inggris William Gladstone yang cukup terkenal. Apabila Messi memecahkan rekor gol tertinggi sepanjang masa La Liga dan Liga Champions sebelum deadline voting pada 21 November tahun ini, dia mungkin bisa menggiring opini publik.
Moral seorang nominator juga masuk dalam hitungan yang relevan. Meski hampir saja menyudahi tandus gelar Liverpool selama hampir 24 tahun, Luis Suarez nyatanya tak mampu menembus daftar 23 kandidat pada edisi 2014. Skorsing empat bulan akibat gigitan pada Giorgio Chiellini di Piala Dunia tidak mampu menolongnya masuk dalam lis. Seperti halnya skandal besar macam Watergate yang bisa membunuh karier politik, kontroversi sepakbola juga bisa menghancurkan Ballon d'Or.
Namun masalah moral pun bisa disesuaikan dengan kehendak FIFA. Pada 2006 misalnya, Zinedine Zidane meraih perak untuk penghargaan Pemain Terbaik Dunia dan menempati posisi kelima untuk raihan Ballon d'Or - kendati melakukan tandukan tak terpuji kepada Marco Materazzi di final Piala Dunia.
Daftar kandidat setiap tahunnya dipilih oleh panelis dari komite sepakbola FIFA dan jurnalis France Football. Di balik 'pintu yang tertutup', proses seleksi tetap ambigu, walau FIFA mengurai kriteria dalam memilih di laman resmi mereka.
Bintang Liberia di era 1995 George Weah merebut duo anugerah sekaligus, Pemain Terbaik Dunia FIFA dan Ballon d'Or. Bahasan di kalangan media menyebut pemain-pemain non-Eropa dipromosikan untuk membantu pemasaran secara global. Jika seorang dari Afrika, Asia atau Amerika Utara [tahun ini bos Amerika Serikat Jurgen Klinsmann masuk dalam daftar kandidat pelatih] terlibat, berarti ada keuntungan komersial.
Dimasukkannya bintang Ghana Asamoah Gyan ketimbang Diego Milito pada 2010 juga menimbulkan kontroversi. Nama pertama mengepak 13 gol dengan Rennes mengakhiri musim di posisi kesembilan Ligue 1, sedang dia mencetak hanya tiga gol di Piala Dunia, itu pun dua dari penalti. Nama kedua mengemas 30 gol dengan Inter mengkudeta treble gelar - dua gol di final Liga Champions, menjadi penentu di final Coppa Italia, dan menghasilkan gol super krusial di laga terakhir Serie A Italia.
Terabaikannya Milito menggambarkan betapa penting 'merek dagang' seorang pemain. Pria Argentina ini, dinilai tidak marketable dan tidak menggugah perhatian media. Jelas beda jika berbicara soal Messi atau Ronaldo. Messi bisa langsung menghadirkan keuntungan dari keterlibatannya di Ballon d'Or. Sponsor sepatu adidas merupakan partner resmi FIFA. Mereka bisa menikmati hak eksklusif dalam rangka promosi merchandise Ballon d'Or.
Ada konflik kepentingan yang berbau politik dan ekonomi, sehingga bakat saja tidak cukup untuk memenangi penghargaan pribadi ini. Sejak 1956, hanya satu kiper dan tiga bek [dua dari mereka lebih dikenal sebagai gelandang] yang berhasil merebutnya.
Namun Jerome Champagne, yang disiapkan untuk berdiri dalam pemilihan presiden FIFA tahun ini, dengan tegas menolak anggapan bahwa Ballon d'Or adalah hadiah politis. Dia hanya menerima klaim jika gelar individu ini bisa dipengaruhi dari berbagai sumber eksternal.
"Siapa bilang itu politik? Anda semua memiliki para pelatih dan kapten dari timnas, lalu Anda sebut itu politik? Menjadi politik karena beberapa pemimpin yang tidak memiliki hak untuk memilih, mengekspresikan permintaan mereka pada posisi mereka," ujar Champagne kepada Goal. "Sebagai presiden, dan sebagai kandidat, saya tidak akan pernah mengungkapkan preferensi saya karena itu bukan urusan saya."
"Sekarang, pemungutan suara sangat berorientasi pada sepakbola dari seluruh prosedur yang sudah ada dalam sejarah. Kapten dari timnas, pelatih dari timnas, jurnalis sepakbola dari 209 negara. Bagi saya, ini semua hanya jadi politik karena beberapa orang berambisi untuk mendorong Mr X atau Mrs Y."
Memang sistem yang sempurna tidak akan pernah ada, meski pembelaan Champagne menyatakan ada perubahan yang bisa membuat penghargaan seperti Ballon d'Or lebih transparan. Salah satu dari perubahan itu misalnya mengharuskan setiap voter, termasuk panelis yang mengompilasi 23 pemain, memberikan penilaian 10 dari sejumlah kategori - seperti performa di klub dan timnas, penghargaan individu atau tim, momen penting, konsistensi dan warisan yang diberi untuk tim. Ini akan menghasilkan gambaran yang lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemain terbaik dan para voter akan tahu persis apa yang mereka voting. Perubahan lainnya mungkin seperti melarang pemain, pelatih dan wartawan menggunakan suaranya untuk memilih seseorang berdasar tim favoritnya atau karena senegara.
Sayangnya, Ballon d'Or memang selalu tentang politik.
editorial goal.com