21 Agustus besok merupakan hari terpenting bagi pasangan Prabowo - Hatta , karena mereka akan mendengar putusan Majelis Hakim Konstitusi terkait perselisihan hasil pilpres yang mereka ajukan. Kubu Prabowo - Hatta pun masih yakin sampai hari ini mereka akan memenangkan sidang.
Sebagai kubu yang dinyatakan kalah oleh KPU, kubu Prabowo - Hatta terus menuding telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif dalam pilpres sehingga mereka meminta kepada MK untuk mengulang pelaksanaan pemilu.
Tim Pemenangan Prabowo - Hatta , Ali Mochtar Ngabalin , menjadi salah seorang yang paling depan menyuarakan aspirasinya demi memenangkan Prabowo - Hatta .
"Ganti-ganti semua ini, komisioner KPU bahwa pemilu harus ulang. Makanya saya bawa saksi dari kampung," kata Ali dalam acara diskusi 'Potensi Perpecahan Anak Negeri Pada Pilpres 2014 dan Solusinya' di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (18/8).
Ali menambahkan, apabila MK tidak memenuhi permintaan pemilu ulang, maka Indonesia akan berpotensi kericuhan.
"Supaya tidak ada perpecahan di dalam negeri, harus batalkan itu pemilu. Kalau tidak kurangi 21 juta suara, biarkan tahu siapa yang menang pemilu. Prabowo Subianto!" teriaknya.
Selain Ngabalin, suara lantang untuk membatalkan hasil pilpres datang dari saksi ahli pihak pemohon, Margarito. Dia mengatakan penggunaan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) dalam Pilpres 9 Juli lalu bermasalah. Dia menilai penggunaan DPKTb melanggar undang-undang.
"DPKTb itu tidak sah karena tidak diatur dalam undang-undang. Kalau memang itu jalan keluarnya? Maka tak perlu ada DPT," kata Margarito dalam kesaksiannya di sidang ruang pleno Gedung MK , Jakarta, Jumat (15/8).
Menurut Margarito, penggunaan DPKTb, daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus (DPK) yang dilakukan KPU bertentangan dengan aturan konstitusi. "Kalau begitu berarti asal orang itu WNI bisa memilih, padahal banyak sekali orang yang punya KTP lebih dari dua, dan karena itulah saya berpendapat bahwa DPKTb adalah bertentangan dan merupakan pelanggaran konstitusi," beber Margarito.
"Kesimpulannya, penggunaan DPKTb tidak sah dan pendelegasian dalam menyalurkan suara adalah juga tidak sah," paparnya.
via merdeka.com