PSSI yang menjadi tumpuan terlahirnya prestasi sepak bola tak luput dengan problema, wawancara Wim Risjbergen dengan media Belanda membuktikan jika aturan dan disiplin sepak bola kita terlalu longgar, kritikan tajam tertuju kepada pemain timnas, setelah Wim berkata pada pada media jika pemain indonesia itu seperti diva, malas mengejar bola, hanya mempersiapkan penampilan rambut dan salah satunya sibuk dengan film. Kedisiplinan pun menjadi alasan kelemahan tim, ada pemain timnas yang malas untuk membela timnas di luar negri, sehingga pemain lain pun ikut-ikutan malas, dan meninglkan teman-temannya untuk pergi membela negara ke luar negri.
.
Sesungguhnya kedisiplinan pemain dapat terlihat pada saat pelatih Alfred Riedl menangani timnas, Riedl mempunyai kedisiplinan yang tidak dimiliki pelatih lain yang pernah menangani tim nasional Indonesia. Bahkan saat Boaz berlama-lama tidak bergabung dengan tim, Riedl kecewa dan memberi hukuman, sangsi kepada Boaz selama 1 tahun tidak boleh mengikuti kegiatan timnas di berbagai ajang. Keadilan ini yang diperlihatkan yang diterapkan terhadap tim, dan tak segan Riedl pun memberi pujian terhadap perjuangan keras timnya. Sehingga para pemain pun memiliki spirit dalam membela timnas.
Kini keadilan, ketertiban sudah tidak mampu di tegakan di tim, bahkan untuk sekelas regulasi kompetisi, Pengurus baru seperti mampu menerjemahkan statuta sesuai keinginannya, Kompetisi yang sudah sesuai kongres Exco, kini mulai di bongkar lagi, pada kompetisi teratas liga, anggota kompetisi yang terdiri dari 18 tim dipelintir menjadi 24 tim, menurutnya, sangsi yang diberikan terhadap PSM, Persema dan Persibo sudah di cabut, padahal menurut statuta sangsi hanya boleh di cabut pada saat kongres. Dan tim lain yang memperoleh tiket gratis lagi yaitu Persebaya, PSMS Medan dan Bontang FC, karena menurut penguasa PSSI yang baru DJohar Arifin Husin, penambahan PSMS dan Persibaya sesuai dengan keinginan pihak sponsor, sedangkan bontang sukses pada play of sebelumnya.
Menjadi semakin penasaran, siapa sponsor yang di maksud oleh Pak Djohar Tersebut, sehingga sponsor tersebut bisa melampaui statuta PSSI yang harus di patuhi dengan etos Fair Play tersebut, namun statuta sepertinya tidak dihargai lagi, sebagai aturan tertib, berorganisasi dalam PSSI, mengingatkan kita pada kompetisi LPI yang di sutradarai oleh Arifin Panigoro, yang beralasan bahwa Sepak bola itu bisnis, yang beliau tidak berfikir bahwa dari kompetisi lahirlah sebuah prestasi dan pemain berkualitas yang memenuhi standar mutu untuk bermainya seseorang dalam membela tim nasional.
Jika kompetisi sepak bola aturannya sudah bagaimana bos, dipastikan bahwa juaranya pun bagaimana bos, jika ini semua untuk bos, maka inilah calciopoli sepakbola nasional. Dimana bukan aturan lagi yang harus dijunjung tinggi. Maka munculah pemain-pemain yang lembek, yang manja, karena kompetisi nya tidak sehat. Karena dengan perjuangan keras dan disiplin pemain akan sia-sia, karena telah di genggam jika keputusan gelar juara kompetisi ditentukan oleh bos.
Tags:
olahraga