Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah genap memerintah Indonesia selama dua tahun. Sejumlah pihak menyatakan pujian dan kritiknya. Pembangunan di sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan mendapatkan nilai plus dan dianggap mengalami perbaikan.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengakui pencapaian kinerja Jokowi-JK di beberapa sektor pemerintahan itu. Namun, Riza menilai sejumlah sektor yang dianggap baik itu merupakan produk lanjutan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dia menganggap Jokowi-JK belum memiliki terobosan selama 2 tahun memimpin.
"2 Tahun ini memang tampak membaik tapi sebagian masih produk SBY. Kita punya pemimpin yang punya terobosan baru," kata Riza di Hotel Sari Pan Pasific, Minggu (23/10).
Riza mencontohkan pelaksanaan program dana desa. Pemerintah Jokowi-JK hanya tinggal melanjutkan program yang sudah ada dengan meningkatan anggaran dana desa. Peningkatan alokasi dana desa tahun ini mencapai Rp 100 triliun.
"Contoh dana desa sekarang terlihat itu masih produk Pak SBY, ini masih terusan. Yang meningkat program kesehatan juga terobosan zaman SBY," terangnya.
Selain itu, Riza juga menyebut pencapaian yang dilakukan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan juga tidak lepas dari peran pemerintahan era SBY. Termasuk, katanya, pembangunan infrastruktur di mana banyak program warisan dari pemerintahan sebelumnya.
"Pendidikan juga UU 29 itu masih produk Pak SBY jadi kalau kita lihat kinerja kementerian yang paling baik itu kementerian Pendidikan dan Kesehatan masih sebagian besar ditopang program dari SBY. Dua kementerian ini masih produk Pak SBY," jelasnya.
Atas kondisi ini, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, pemerintah bekerja tanpa berpikir. Akibatnya, arah dari pemerintahan Jokowi-JK menjadi tidak jelas.
"Ada pepatah yang katakan dunia ini dirusak oleh 1 dari 2 jenis manusia. Satu, itu yang bekerja saja tanpa berpikir. Kedua, yang berpikir saja tanpa bekerja. Yang agak repot dari pemerintahan Jokowi 2 tahun ini dia bekerja saja tanpa berpikir," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan,Jakarta, Senin.
Menurutnya, visi dan cita-cita revolusi mental yang digagas baru sebatas wacana. Menteri kabinet kerja belum mengetahui definisi revolusi mental yang dimaksud Jokowi. Sehingga, banyak menteri yang salah tafsir.
"Kita belum tahu yang disebut revolusi mental itu apa, mana bentuknya? Menteri sudah diganti. Dulu di awal-awal PR menterinya mendefinisikan revolusi mental tuh secara lucu-lucu. Ada yang lompat pagar, ada yang makan kue tidak lagi beli dari toko tapi harus direbus. Ada yang matiin AC. Ada yang dulu pakai baju putih seperti baju Presiden, jadi revolusi mental tuh apa," jelasnya.
Oleh karena itu, Fahri menganggap dampak positif revolusi mental sama sekali belum dirasakan warga. Parahnya lagi, lanjut dia, Jokowi malah ikut dalam dalam operasi pemberantasan pungli (OPP) di Kementerian Perhubungan di mana banyak pihak menyebut kasus itu adalah kasus kecil.
"Revolusi mental apa. Apa efeknya pada kita. Masa revolusi mental tiba-tiba 2 tahun kemudian Presiden gerebek pungli dan kacaunya dia katakan KPK urus yang besar-besar. Saya urus yang kecil-kecil, dari mana dasarnya," ujar Fahri.
source by merdeka.com
pic by okezone